Dalam mengembangkan berbagai layanan sosial (social service) pada masyarakat para sarjana kesejahteraan sosial dan pekerja sosial mempunyai berbagai nilai-nilai dasar dan prinsip-prinsip dalam melakukan praktik perubahan sosial terencana (intervensi sosial). Dalam kaitan dengan nilai dan prinsip-prinsip dasar ini, Zastrow (2010) melihat ada tiga komponen dasar yang harus dipertimbangkan dan dielaborasi dalam mengembangkan profesi praktisi di bidang pekerjaan sosial dan kesejahteraan sosial. Ketiga komponen dasar tersebut adalah pengetahuan, keterampilan, dan nilai.
1. Pengetahuan (knowledge).
Menurut pendapat Kahn (1969) pengetahuan adalah pemahaman teoretis ataupun praktis yang terkait dengan cabang-cabang ilmu pengetahuan (science), belajar, dan seni yang melibatkan penelitian maupun praktik serta pengembangan keterampilan. Sedangkan Allen Pincus an Anne Minahan dalamm Zastrow (2010: 97) melihat pengetahuan sebagai pemahaman yang dihasilkan dari suatu proses observasi secara ilmiah, sehingga hasilnya telah diverifikasi terlebih dahulu, serta dapat diverifikasi oleh mereka yang ingin menguii keabsahan dari hasil observasi tersebut. Misalnya saja, berkembang suatu asumsi bahwa "warga kulit hitam mempunyai angka harapan hidup yang lebih rendah bila dibandingkan dengan warga kulit putih" Pernyataan tersebut mungkin masih berupa penalaran umum (common sense) yang didasari pengalaman sehari-hari masyarakat di Amerika.
Untuk melihat apakah suatu asumsi itu benar atau salah. Cara pembuktiannya adalah berdasarkan kajian terhadap dunia empirik, melalui cara pengkajian yang ilmiah. Sehingga pernyataan itu menjadi benar, setelah dibuktikan dari berbagai data yang ada, bahwa memang benar rerata angka harapan hidup (life expectancy) dari warga kulit hitam ternyata masih berada di bawah angka harapan hidup warga kulit putih. Tetapi asumsi tersebut bisa menjadi salah, kalau ternyata dari data yang ada, terlihat bahwa rerata angka harapan hidup warga kulit hitam ternyata lebih tinggi dari warga kulit putih.
Hal yang serupa juga dapat kita lihat pada kasus Indonesia-di mana bila dilihat dari angka harapan hidup di satu atau dua kota- maka terlihat bahwa angka harapan hidup perempuan lebih tinggi dari angka harapan hidup laki-laki. Kemudian diasumsikan bahwa di Indonesia angka harapan hidup perempuan lebih tinggi dari angka harapan hidup laki-laki.
Maka hal ini menjadi benar, ketika kita membandingkan data seluruh provinsi yang ada di Indonesia, ternyata rerata angka harapan hidup pada perempuan memang lebih tinggi dari laki-laki. Dari hal ini, dapat disimpulkan bahwa suatu pengetahuan (knowledge) dikembangkan berdasarkan suatu kajian terhadap dunia empirik, sehingga dapat diterapkan untuk memperbaiki kondisi yang ada pada dunia empirik.
Pengetahuan itu bukan suatu penalaran umum (common sense) yang tidak berdasar, tetapi pengerahuan itu berkembang berdasarkan kajian terhadap dunia yang kita geluti selama ini yang disistematisir agar dapat lebih mudah dicerna keterkaitan ataupun hubungan antara suatu konsep dengan konsep yang lain.
2. Keterampilan (Skill)
Keterampilan merupakan hal yang sangat penting dalam suatu profesi pemberian bantuan (helping profession), serta menjadi prasyarat bila profesi tersebut ingin berkembang. Secara definitif, keterampilan didefinisikan sebagai kemampuan keahlian ataupun kemahiran yang diperoleh dari praktik dan pengetahuan. Di sini, keterampilan tidak muncul sekedar dari suatu proses uji coba belaka, tetapi keterampilan muncul karena adanya keterkaitan dengan pengetahuan yang dipelajari oleh seorang agen perubahan. Semakin malas seorang agen perubahan mempelajari berbagai pengetahuan terkait dengan praktik sehari-hari yang ia hadapi, maka semakin miskin variasi alternatif penanganan masalah yang bisa ia berikan. Sehingga dapat dikatakan, keterampilan itu muncui sebagai aspek terapan dari pengetahuan yang ia miliki. Hal ini secara sederhana dapat dianalogikan dengan profesi kedokteran.
Semakin sedikit seorang dokter menyerap pengetahuan yang ada (baik secara formal maupun informal), maka semakin sedikit kemampuannya dalam mendeteksi penyakit pasiennya. Serta semakin sedikit pula variasi pengobatan yang dapat ia berikan. Karena itu, bagi mereka yang bergerak d bidang pemberian bantuan, upaya memperbarui (up-grading) pengetahuan menjadi landasan untuk mengembangkan praktik yang profesional. Akan tetapi praktik yang profesional, tidak saja muncul dari penambahan pengetahuan belaka melainkan diperlukan juga latihan (praktik) yang nyata dalam menangani klien ataupun pasien (dalam kasus dokter di atas). Sehingga keterampilan itu menghubungkan aspek perilaku yang belum muncul di permukaan (covert behaviour), vang dalam hal ini diwakili oleh pengetahuan, dengan aspek perilaku yang sudah dapat diindrai (overt behaviour), yang dalam hal ini terlihat dari keterampilan yang dimiliki oleh agen perubahan.
Keterampilan itu berkembang menjadi lebih baik dan lebih baik berdasarkan suatu latihan yang dikembangkan berdasarkan pengetahuan. Hal seperti ini bukan saja terlihat dalam profesi pemberian bantuan, dalam bidang olahraga pun hal serupa juga berlaku. Seorang pemain bola, tidak akar menjadi pemain bola yang andal tanpa adanya latihan yang dikembangkan berdasarkan pengetahuan yang berkembang di bidang tersebut. Karena itu latihan bola yang tidak terarah, sering kali tidak membuat seseorang menjadi pemain bola yang profesional dan andal, tetapi klub-klub yang besar di bidang sepak bola pasti mempunyai sarana pelatihan yang memungkinkan semua pesepak bola tersebut berlatih sesuai dengan perkembangan pengetahuan. Hal yang serupa sebenarnya juga berlaku bagi mereka yang bekerja pada bidang Kesejahteraan Sosial. Pengetahuan dan latihan praktik, menjadi prasyarat berkembangnya keterampilan seseorang dalam menangani klien mereka, baik di level individu, keluarga, kelompok, organisasi maupun komunitas.
3. Nilai (Value)
Pincus dan Minahan (1973: 38) menyatakan nilai adalah keyakinan, preferensi ataupun asumsi mengenai apa yang dinginkan atau dianggap baik oleh manusia (values are beliefs, preferences, or assumptions about what is desirable or good for humans). Nilai yang dianut oleh seseorang dapat menentukan sikap dan tindakan seseorang dalam berinteraksi dengan orang lain. Berbeda dengan pernyataan pengetahuan yang diuji benar salahnya melalui proses kajian terhadap dunia empirik, maka benar dan salah dari suatu nilai muncul berdasarkan suatu kajian.
Pincus dan Minahan dalam Zastrow (2010) melihat nilai bukan sebagai sesuatu vang kita lihat dari dunia kita berdasarkan apa yang kita ketahui, akan tetapi nilai lebih terkait dengan apa yang seharusnya terjadi. Misalnya, "kevakinan bahwa suatu masvarakat mempunvai tanggung jawab untuk membantu individu mengembangkan potensi diri mereka (setiap individu)". Maka pernyataan tersebut lebih berupa pernyataan tentang nilai (value statement) dan bukan pernyataan tentang pengetahuan (knowledge statement).
Pernyataan tersebut bukanlah pernyataan tentang apa yang kita ketahui sudah berlaku di masyarakat kita akan terapi pernyataan tersebut adalah sesuatu preferensi tentang sesuatu yang seharusnya terjadi. Sehingga dasar pembuktiannya benar atau salahnya, menurut Pincus dan Minahan, bukan pada hasil kajian ilmiah yang empirik. Akan tetapi benar atau salahnya pernyataan tersebut, didasarkan pada kevakinan yang ada pada masyarakat atau muncul berdasarkan kode etik yang akan digunakan sebagai standar bertindak suatu profesi (value statements cannot be subjected to scientific investigation, they must be accepted on faith. Thus we can speak of a value as being right or wrong only in relation to the particular belief system or ethical code being used as a standard).
(ISBANDI RUKMINTO ADI, KESEJAHTERAAN SOSIAL. PEKERJAAN SOSIAL, PEMBANGUNAN SOSIAL DAN KAJIAN PEMBANGUNAN. EDISI KEDUA)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar