Selasa, 29 September 2020

Kesejahteraan Sosial dalam Islam


Canda dan Furman (1999: 137-140) melihat bahwa agama Islam telah melakukan reformasi sosial pada masanya dalam hal keadilan sosial, baik untuk kaum perempuan, anak-anak dan kelompok yang kurang diuntungkan. Hal ini antara lain tergambar dari pandangan mereka (Canda dan Furman, 1999: 139), bahwa:

"Since the person and cornmumity should be wholly oriented toward the will of Allah, there is no separation between religious and secular spheres of life As Muhammad [peace be upon him] originally advocated for social reforms on behalf of women, children, and disadvantaged group, there is strong social justice value framework in Islam. Ideally, there should be a reciprocad relationship between individual freedom and community obligations and responsibilities.

The Qur'an condemns exploitation of the poor, widows, other women, orphans, and slaves. It denounces economic abuse, such as false contracts, bribery, hoarding of wealth and usury"


Karena individu dan komunitas harus berorientasi meraih ridho Allah, maka tidak ada pemisahan antara kehidupan agama dan kehidupan dunia. Seperti Muhammad Saw. mengajarkan umat Muslim agar melakukan reformasi sosial berdasarkan kepentingan perempuan, anak-anak, dan kelompok-kelompok

yang kurang diuntungkan. Pada agama Islam terdapat penekanan yang sangat kuat pada kerangka nilai keadilan sosial. Secara ideal, seharusnya tercipta hubungan timbal balik yang saling melengkapi antara kebebasan individu dengan kewajiban dan tanggung jawab dari komunitas.

Al Qur'an mengutuk tindakan eksploitasi pada orang miskin, janda-janda, kaum perempuan, yatim piatu, dan budak. Al Qur'an juga mencela penyalahgunaan "kekuatan' ekonomi, seperti melakukan kontrak palsu, penyuapan, menumpuk-numpuk harta dan riba.

Dari kutipan di atas terlihat bahwa kegiatan sosial dari kelompok keagamaan sudah berakar lebih jauh sebelum abad ke 16. Ada satu persamaan dari berbagai aktivitas yang dilakukan oleh kelompok keagamaan tersebut, yaitu adanya nilai kemanusiaan (humanitarianisme) yang dijunjung tinggi oleh masing-masing agama.

Nilai-nilai humanitarianisme yang ada pada berbagai agama menurut Canda dan Furman (1999) merupakan titik awal perhatian dari kelompok yang mampu terhadap mereka yang kurang mampu dalam bidang keuangan. Dalam kaitan dengan agama Islam Persamaan yang tampak dari perhatian terhadap mereka usaha yang dilakukan oleh berbagai kelompok keagamaan yang berada di bawah garis adalah penghargaan yang tinggi kemiskinan telah dicontohkan terhadap nilai-nilai kemanusiaan oleh Nabi Muhammad Saw (humanitarianisme)dan para sahabatnya dalam upaya mengentaskan kemiskinan dan membantu mer ka yang rertindas dan membutuhkan pertolongan. Di Indonesia pada awal abad ke-20, gerakan KH Ahmad Dahlan dengan Muhammadiyah nya telah mencoba menggerakan ekonomi masyarakat serta mengentaskan kemiskinan. Sedangkan di akhir abad ke-20 dan awal abad ke-21, gerakan seperti ini juga dapat dilihat pada gerakan Aa Gym (KH Abdullah Gymnastiar) dengan Daarut Tauhidnya, yang mencoba mengentaskan kemiskinan yang ada di masyarakat sekitar.


-Dirangkum dari Kesejahteraan Sosial. Pekerjaan Sosial , Pembangunan Sosial, Dan Kajian Pembangunan. Edisi Kedua Isbandi Rukminto Adi

Latar Belakang Sejarah Kesejahteraan Sosial.


 A. Latar Belakang Sejarah Kesejahteraan Sosial.

Sejarah keberadaan Ilmu Kesejahteraan Sosial, pada awalnya tidak dapat dilepaskan dari sejarah perjalanan disiplin pekerjaan sosial. Kedua disiplin itu mempunyai keterkaitan satu dengan.lainnya, di mana pekerjaan sosial merupakan salah satu disiplin yang berperan dalam pembentukan Ilmu Kesejahteraan Sosial.

Akar sejarah dari bidang pekerjaan sosial dan kesejahteraan sosial, dalam literatur "barat' sering kali dikaitkan kondisi Eropa pada abad ke-13-18. Pada periode itu pemerintah Inggris telah mengeluarkan beberapa peraturan perundangan untuk menangani isu kemiskinan (Poor Law) yang ada pada saat itu Undang-undang Kemiskinan yang paling terkenal pada periode itu adalah Elizabethan Poor Law yang dikeluarkan pada tahun 1601 (Friedlander, 1980: 14-15) dan (Zastrow, 2010:10-11) yang membahas tiga kelompok orang miskin, di mana di antara kelompok orang miskin ada yang dikelompokkan sebagai orang miskin yang tidak perlu mendapatkan bantuan dari negara (the able bodied poor), dan ada pula kelompok orang miskin yang perlu mendapatkan bantuan dari negara seperti the impotent poor dan dependent children. Untuk mendapatkan gambaran lebih jelas mengenai ketiga kelompok ini dapat dilihat dari uraian di bawah ini yang membahas tiga kelompok orang miskin yang diatur dalam the Elizabethan Poor Law 1601 :

1. Orang-orang miskin yang kondisi fisiknya masih kuat (the able-bodied poor). 

Kelompok ini, biasanya adalah pengemis yang masih bertubuh kuat. Mereka diberikan pekerjaan 'kasar" (low-grade employment) dan para penduduk dilarang untuk memberikan bantuan finansial pada mereka, sehingga mereka harus bekerja untuk memenuhi kebutuhannya. Bagi mereka (the able-bodied poor) yang menolak untuk bekerja, maka mereka dapat dimasukkan ke dalam penjara ataupun workhouseWork-house adalah suatu institusi yang dikembangkan di era ratu Elizabeth di awal abad ke-17 yang memaksa the able-bodiedpoor untuk bekerja, yang tidak jarang tanpa diberikan bayaran.Akan terapi mereka mendapatkan pangan dan tempat tinggal sebaga: kompensasinya. Karena itu, diharapkan nantinya the able-bodied poor akan memilih untuk bekerja bila dibandingkandimasukkan ke dalam workhouse. Hal ini terutama terjadi pada masa awal dikembangkannya workhouse, karena dalam perkembangannya proses penanganan dan asumsi keberadaan workhouses juga mengalami perubahan menjadi lebih baik.

www.historyextra.com


2. Orang-orang miskin yang kondisi fisiknya "buruk' (the impotent poor),

Para lansia (lanjut usia), tuna netra (buta), tuna rungu (tuli), para ibu dengan anak yang masih kecil, dan mereka yang menderita cacat fisik ataupun mental.

Bagi the impotent poor yang tidak mempunyai tempar tinggal maka mereka ditempatkan dalam suatu panti yang disebut almhouses. Almhouses, pada awal berdirinya, merupakan rurmah yang didasarkan pada tindakan kedermawanan (charitable housing) yang dikembangkan berdasarkan agama Kristiani di Eropa (European Christian Institutions). Alms, dalam tradisi Kristiani, merupakan uang atau jasa yang disumbangkan pada masyarakat miskin. Almhouses adalah rumah yang dibangun sebagai tempat tinggal bagi orang miskin, ataupun lansia yang dikelola oleh lembaga amal swasta (private charitable organizations). Almhouses pada masa lalu sering berada pada suatu rumah sakit, dan hal ini juga masih berlaku hingga saat ini. 

www.ch-of-abingdon-org

Gambar di atas adalah Christ's Hospital almhouses di Abingdon, di dekat Oxford, Inggris yang dibangun pada tahun 1446 dan masih bertahan hingga abad ke-19. Almhouses ini banyak dibangun di desa dan di kota di Inggris, dan sebagian masih ada hingga saat ini.

Bila the impotent poor yang tidak mempunyai tempat tinggal ditempatkan di almhouses, maka ketika the impotent poor tersebut sudah mempunyai tempat tinggal dan lebih sedikit biaya yang harus dikeluarkan bila ia tinggal di rumah mereka maka pemerintah akan memberikan 'outdoor relief, yaitu bantuan yang diberikan pada beneficiaries (penerima bantuan) di tempat mereka tinggal, sehingga para penerima bantuan tidak perlu datang ke lembaga yang memberikan layanan. Bantuan yang diberikan biasanya berbentuk bantuan pangan, pakaian dan bahan bakar untuk memasak.

3. Anak-anak yang masih tergantung pada orang yang lebih 'mapan' (Dependent Children). 

childrenshomesociety.org

Mereka, antara lain anak-anak yatim-piatu, bayi yang diterlantarkan (foundlings), atau anakanak yang orang tuanya sudah sangat miskin sehingga tidak mampu membiayai anak-anaknya. Anak-anak ini ditawarkan pada warga setempat untuk dipekerjakan. Bagi anak-anak laki, mereka harus bekerja pada tuan mereka sampai usia 24 tahun. Sedangkan untuk anak perempuan, biasanya mereka diangkat menjadi pembantu rumah tangga (domestic servants) dan dipekerjakan hingga mereka berusia 21 tahun atau telah menikah.

Undang-undang kemiskinan ini tidak mengizinkan sescorang untuk menyatakan diri mereka sebagai orang yang perlu mendapatkan bantuan apabila masih ada orang tua, pasangan, anak ataupun saudara-saudara mereka yang masih dapat memberikan dukungan pada orang tersebut (Zastrow, 2010:11). 

Undang-undang Kemiskinan yang dikeluarkan eleh Ratu Elizabeth pada tahun 1601 di atas dianggap sebagai awal (cikal bakal) intervensi pemerintah terhadap masyarakat (warganegara) dalam kaitan dengan penyampaian layanan kesejahteraan sosial yang terorganisir. Karena pada era sebelumnya, berbagai layanan kesejahteraan sosial lebih banyak dilakukan oleh kelompok keagamaan, seperti dari pihak gereja.


Di kutip dari buku : KESEJAHTERAAN SOSIAL . PEMBANGUNAN SOSIAL, DAN KAJIAN PEMBANGUNAN EDISI KEDUA dari ISBANDI RUKMINTO ADI. Hal 11-15.

PENGERTIAN KESEJAHTERAAN SOSIAL

Kesejahteraan Arti kata kesejahteraan menurut KBBI kesejahteraan [ke·se·jah·te·ra·an] Kata Nomina (kata benda) Dari kata dasar: sejahtera. Arti: hal atau keadaan sejahtera; keamanan, keselamatan, ketenteraman;  Sementara menurut buku Kesejahteraan Sosial . Pekerjaan Sosial, Pembangunan Sosial dan Kajian Pembangunan Edisi Kedua dari Isbandi Rukminto Adi , dirangkum sebagai berikut

A. KESEJAHTERAAN SOSIAL SEBAGAI SUATU KONDISI.



Salah satu definisi yang melihat kesejahteraan sosial sebagai suatu kondisi tergambar dari definisi yang dikemukakan Midgley (1995:5).

"a state or condition of human well-being that exists when social problems are managed, when human needs are met, and when social oppartunities are maximized"

(suatu keadaan atau kondisi kehidupan manusia yang tercipta ketika berbagai permasalahan sosial dapat dikelola dengan baik; ketika kebutuhan manusia dapat terpenuhi dan ketika kesempatan sosial dapat dimaksimalisasikan).

 Menurut Undang-undang No 11 Tahun 2009, tentang Kesejahteraan Sosial.
"Kesejahteraan sosial adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan material, spiritual, dan sosial warga negara agar dapat hidup layak dan mampu mengembangkan diri, sehingga dapat melaksanakan fungsi sosialnya. Permasalahan kesejahteraan sosial yang berkembang dewasa ini menunjukkan bahwa ada warga negara yang belum terpenuhi hak atas kebutuhan dasarnya secara layak karena belum memperoleh pelayanan sosial dari negara. Akibatnya, masih ada 10 warga negara yang mengalami hambatan pelaksanaan fungsi sosial sehingga tidak dapat menjalani kehidupan secara layak dan bermartabat."

B. KESEJAHTERAAN SOSIAL DALAM KAITAN DENGAN PEMBANGUNAN SEKTORAL.

Kesejahteraan sosial dalam arti yang sempit, makna kesejahteraan diartikan dalam pengertian yang bersifat sektoral, yaitu salah satu sektor dalam pembangunan. Di sini luas cakupan kesejahteraan sosial sering dikaitkan dengan kegiatan yang dilakukan oleh Kementerian Sosial, atau dibeberapa negara lain sering dikaitkan dengan Ministry of Health and Welfare.

Dalam berbagai literatur penggunaan kata welfare pada umumnya mengacu pada pengertian kesejahteraan dalam arti sempit. Berbeda dengan penggunaan kata social welfre yang secara berbeda-beda digunakan untuk menggambarkan pengertian kesejahteraan sosial dalam arti sempit dan dalam arti luas.

Kesejahteraan sosial dalam arti luas, dalam konteks Indonesia, kata kesejahteraan sosial sering dikaitkan dengar bidang yang dikerjakan oleh Kementerian Koordinator bidang

Kesejahteraan rakyat (Kemenko Kesra) serta Kementerian Koordinator Bidang Ekuin (Ekonomi, Keuangan, Industri danPerdagangan). di mana di dalamnya terdapat Kementerian Dalam Negeri; Kementerian Desa, Pembangunan DaerahTertinggal dan Transmigrasi: Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan; Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi, Kementerian Kesehatan; Kementerian Sosial;Kementerian Agama; Kementerian Tenaga Kerja; Kementerian Negara Lingkungan Hidup dan berbagai kementerian terkait lainnya.

Pendefinisian Kesejahteraan Sosial berdasarkan sektor pembangunan ini, antara lain terlihat dari apa yang dikemukakan Spicker terkait dengan pembahasan kebijakan sosial. Spicker (1995:3) dalam membahas kebijakan sosial mengemukakan ada lima aspek utama yang harus diperhatikan. Ke lima aspek ini dikenal dengan nama "big five", yaitu

1) kesehatan;

2) pendidikan;

3) perumahan;

4) jaminan Sosial; dan

5) pekerjaan Sosial.

C. KESEJAHTERAAN SOSIALSEBAGAI SUATU LAYANAN 

Friedlander. Menurut Friedlander (1980): "Social welfare is the arganized system of social services and institutions, designed to aid indivduls and goup to attain satisfying standards of life and health"

(Kesejahteraan sosial merupakan sistem yang terorganisir dari berbagai instirusi dan layanan [kesejahteraan] sosial yang dirancang guna membantu individu ataupun kelompok agar dapat mencapai standar hidup dan kesehatan yang lebih memuaskan).

Pengertian yang dikemukakan oleh Friedlander di atas sekurang-kurangnya menggambarkan kesejahteraan sosial sebagai suatu sistem layanan sosial yang dirancang guna meningkatkan taraf hudup individu dan keluarga sebagai bagian dari masyarakat.

Hal yang senada juga diungkapkan oleh Zastrow (2010) ketika membahas kesejahteraan sosial sebagai suatu "institusi" Zastrow mengutip pengertian kesejahteraan sosial dari the National Association of Social Workers (NASW) sebagai Asosiasi Pekerja Sosial Utama di Amerika Serikat. Sosial Utama di Amerika Serikat. Zastrow (2010:3) menyatakan bahwa kesejahteraan sosial adalah "A nation's system of programs,benefits, and services that helps people meet those social, economic educational, and health needs that are fundamental to the maintenance of society" (suatu sistem nasional tentang berbagai program, manfaat dan layanan yang bertujuan untuk membantu masyarakat memenuhi kebutuhan sosial, ekonomi, pendidikan, dan kesehatan yang merupakan hal yang mendasar untuk memelihara dan mempertahankan suatu masyarakat).

D, KESEJAHTERAAN SOSIAL SEBAGAI SUATU ILMU
Kesejahteraan Sosial Sebagai Suatu llmu Berdasarkan perkembangannya, ada beberapa definisi yang dikemukakan dalam upaya menggambarkan kesejahteraan sosial sebagai suatu ilmu. Sebagai suatu ilmu, kesejahteraan sosial dapat

dilihat sebagai:

"Ilmu yang mencoba mengembangkan pemikiran, strategi dan teknik untuk meningkatkan kesejahteraan suatu masyarakat. baik di level mikro, mezzo maupun makro" (adi, 2003:42);

"The study of agencies, programs, persornel and policies which focus om the delivery of social services to individuals, groups and communities" (Zastrow, 2010:3);

"Ilmu Terapan yang mengkaji dan mengembangkan kerangka pemikiran serta metodologi yang dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kualitas hidup (kondisi) masyarakat antara lain melalui pengelolaan masalah sosial: pemenuhan kebutuhan hidup masyarakat, dan pemaksimalan kesempatan anggota masyarakat untuk berkembang" (adi, 2005:17).

Dari ketiga definisi tersebut terlihat bahwa llmu Kesejahteraan Sosial adalah ilmu yang bersifat terapan, karena itu kajiannya sangat terkait dengan suatu intervensi sosial (perubahan sosial terencana) . ilmu yang dapat diaplikasikan dalam kehidupan nyata (bersifat terapan):

kajian baik secara teoretis maupun metodologis terhadap upaya-upaya untuk meningkatkan kualitas hidup (derajat kehidupan) suatu masyarakat.)

KESENIAN KHAS GEOPARK CILETUH KABUPATEN SUKABUMI

 1. Kesenian Buncis   Kesenian Buncis merupakan salah satu kesenian yang hidup dalam masyarakat Sunda Pajampangan di beberapag. Kesenian Bun...